KPU dan Bawaslu Kerja Tidak Profesional! Tim Paslon 02 Bakal Adukan ke DKPP
Font Terkecil
Font Terbesar
WARTAKUNINGAN.COM - Kontestasi Pilkada Serentak Tahun 2024 akan segera berakhir. Calon terpilih telah ditetapkan usai Rapat Pleno KPU Kabupaten Kuningan yang digelar pada Rabu-Kamis (04-05/12/2024), Horison Hotel, Kuningan.
Kendati demikian, tim pemenangan paslon lain belum bisa bernafas lega. Pasalnya, menurut mereka penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 kali ini terdapat kecurangan dan menilai kepada pihak penyelenggara kerja tidak profesional.
Nuzul Rachdy, S.E selaku Ketua Tim Pemenangan paslon nomor urut 02 Ridho-Kamdan menduga terdapat kecurangan yang dilakukan oleh KPUD beserta jajaran PPK dan KPPS di wilayah Kabupaten Kuningan. Bahkan menurutnya, terjadi indikasi banyaknya surat suara yang tidak sah yang disinyalir terdapat unsur kesengajaan.
"Padahal saksi dari paslon nomor urut 02 dan 03 telah berusaha untuk meminta dibukanya surat suara yang tidak sahnya dimaksud baik pada Rapat Pleno PPK maupun Rapat Pleno KPUD namun tidak diizinkan, ujarnya, pada Jum'at (06/12/2024), kepada WartaKuningan.com.
Pada pernyataan resminya, ia menilai KPU dan Bawaslu Kabupaten Kuningan kerja tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya. Kemudian ia merincikan hasil dari kinerja masing-masing setiap lembaga tersebut.
Ada lima poin penting untuk KPU, mulai dari partisipasi pemilih yang sangat rendah yaitu di angka 65,06%, banyak TPS yang kekurangan surat suara, banyak terjadinya money politics, ada beberapa kotak suara yang tidak tersegel, dan pengiriman APK yang diproduksi oleh KPUD hanya 10 hari menjelang hari tenang.
"Kami akan mempertimbangkan melalui Tim Hukum kami untuk melaporkan KPUD dan Bawaslu kepada DKPP terhadap beberapa pelanggaran kode etik dan administrasi dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 ini," jelasnya.
Sedangkan untuk Bawaslu Kabupaten Kuningan, ada tiga poin penting yang menjadi sorotannya, mulai dari melakukan pembiaran terhadap terjadinya money politics, bersikap pasif dan melakukan pembiaran dalam setiap Rapat Pleno baik di PPK maupun KPUD yang seharusnya Bawaslu menjadi penengah (wasit) apabila terjadi konflik dan perbedaan pendapat pada rapat tersebut. Terakhir, Bawaslu juga tidak mempunyai keberanian untuk membuat rekomendasi dilaksanakannya PSU dibeberapa TPS, padahal dalam Rapat Pleno KPUD terdapat beberapa kasus yang memenuhi persyaratan untuk dilakukannya PSU.
"Sekalipun secara legal dan formal telah ditetapkan oleh KPUD pasangan calon 01 sebagai pemenang perlu dijadikan sebuah renungan bahwa pemenang pilkada tidak memiliki legitimasi yang bersifat signifikan dari masyarakat pemilih karena hanya pemilih 38,24% jauh lebih rendah daripada masyarakat yang tidak memilih," pungkasnya.